PENANGGULAN - Sekitar tahun 1629 Panglima Perang Kerajaan Mataram Islam zaman raja sultan agung Nyokro Kusumo Tumenggung Suro Agul-agul dan Tumenggung Bahurekso beserta prajurit handal Kerajaan Mataram tidak berhasil menggempur Belanda di Batava, karena kelicikan Belanda membakar lumbung padi dan akomodasi prajurit Mataram yang berlokasi di perbatasan Jateng dan Jabar tepatnya di wilayah Brebes
+ Sekitar tahun 1630 Tumenggung Suro Agul-agul bersama dengan beberapa prajurit andalannya sempat singgah di blantaran padang ilalang di tepi sungai, yang saat ini di kenal dengan kali Bodri. Setelah beberapa hari singgah kemudian sang tumenggung melanjutkan perjalanan dengan beberapa pasukan dengan cara gerilya. Dan beliau menyuruh seorang prajurit untuk tetap tinggal di tempat itu, menurut ceita masyarakat secara turun temurun konon namanya Singo Negoro, kemudian Singo Negoro membangun tanggul sungai di bantu oleh masyarakat sekitar tempat itu, mendirikan tempat ibadah (Masjid) karena beliau juga mumpuni dalam bidang agama Islam di samping kenegaraan dan pertempuran, para santri berdatangan untuk belajar agama Islam kepada beliau, juga ilmu pemerintahan dan oleh para santri prajurit Singo Negoro disebut Kyai Guru Sulaiman. Kyai : Gelar orang ahli dalam bidang agama dan guru ahli bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sesosok prajurit yang mampu di bidang agama dan Negara dan mampu menangulangi beberapa permasalahan yang muncul di sekitar kampung yang berada di tepian kali bodri.
Karena kampong itu pernah di singgahi oleh paglima perang mataram, Tumenggung Suro Agul-agul dan kemudian memerintahkan kepada prajurit andalan Singo Negoro, dalam rangka air sungai tidak meluap maka dibangun tanggul sungai yang pertama dan kemudian diikuti oleh kampung / desa sekitarnya.
Prajurit Singo Negoro mampu dalam segala hal dan bisa menanggulangi permasalahan permasalahan di sebut sebagai Kyai Guru Sulaiman. Menjelang beliau wafat dia berpesan kepada generasi penerusnya (santri-santrinya) kampung ini kita sebut Penanggulan karena :
Setelah Kyai guru Sulaiman meninggal kampung yang tadinya sunyi penuh semak belukar dan padang ilalang menjadi ramai didatangi orang-orang yang ingin belajar agama Islam kepada Santri-santri Kyai Guru Sulaiman, dan kehidupan masyarakat hidup secara adat yang islami dan kemudian pemerintahan penjajah Belanda.
Mengatur Pemerintahan : pada tahun 1918 – 1935 (zaman Belanda) Desa Penanggulan yang dipimpin oleh Lurah H. Maksum.
Tahun 1935 – 1942 di pimpin oleh Lurah Amin (zaman Belanda)
Tahun 1942 – 1945 di pimpin oleh Lurah Abdurrahman (zaman Jepang)
Tahun 1946 – 1962 di pimpin oleh Lurah Utoyo Raharjo (RI)
Tahun 1963 – 1988 di pimpin oleh Lurah Senam
Tahun 1989 – 1999 di pimpin oleh Lurah Muzamil
Tahun 1999 – 2013 di pimpin oleh Lurah Ali Muqtava
Tahun 2013 – sekarang di pimpin oleh Lurah Ria Setianingsih.